Selasa, 23 Oktober 2012

Kunti Matre



Malam jum'at tiba. Malam dimana para setan diberi kebebasan untuk jalan-jalan lazimnya malam minggu bagi manusia. Ketika waktu hampir pukul 12 malam waktu kuburan setempat, semua setan berdandan layaknya selebritis yang mau pentas. Suster ngesot merias wajahnya dengan menor meski roknya begitu dekil karena dipakai ngesot. Tuyul mengusap kepala botaknya dengan ludah hingga terlihat mengkilap. Di kamarnya, si cantik kunti sedang memilih baju setelah keramas menggunakan shampo anti ketombe, anti jamur, anti pecah, dan anti karat. Tubuhnya yang langsing begitu seksi meski tanpa kaki. Sedangkan sundel bolong sedang berdiri membelakangi cermin dengan raut muka bangga. Berkat obat serangga, punggung bolongnya sudah bebas belatung, bebas kuman, dan bebas formalin. Seorang, eh sepocong Ibu sedang membenarkan tali pocong anaknya, "Ingat nak, jangan berjudi, jangan mabuk-mabukan. Pulanglah sebelum shubuh. Jangan sampai ketemu Ustadz yang hendak ke Masjid. Bisa hangus kamu," nasehatnya pada anaknya yang akan Hang-out dengan teman geng Pocong.

Tepat jam 12, gerbang kuburan dibuka. Seketika mereka berhamburan keluar untuk mencari hiburan. Gerombolan pocong yang tergabung dalam geng Pocong langsung menuju maskas di bawah pohon melinjo untuk pesta miras.

"Eh, elu nggak jalan ama cewek lu si Kunti?" tanya salah satu pocong pada temannya dalam geng.

"Dia cuma ngajak ketemuan. Sekarang nunggu di jembatan ujung jalan. He...he... " Pocong Lakiyo nyengir. Terlihat sebaris gigi tak rapi dan tak putih.

"Terus ngapain lu kesini?"

Dengan memasang tampang afgan nahan berak, pocong akhirnya mengutarakan niatnya, "itu dia masalahnya. Gue minta lu nganter gue. Perasaan gue nggak enak. Garing, galau ringan."

"Malu ama muka. Masak muka serem gitu ketemuan aja minta dianterin. Ogah ! Males gue kalo lewat depan bioskop itu. Manusia sekarang pada sadis melecehkan kita lewat film. Masak kita digambar ngelemprak dengan tulisan POCONG NGESOT. Sebelahnya parah lagi, POCONG MANDI GOYANG PINGGUL. Sejak kapan kita bisa mandi sambil goyang pinggul? Mandi aja nggak pernah kan kita? Mereka fitnah seenaknya. Sakit ati gue !" gerutu pocong yang di ketahui matinya ketiban semut yang sedang pegangan tiang listrik.

"Santai aja bro. Gue ngeliat tulisan POCONG VS KUNTILANAK aja nggak marah. Padahal jelas-jelas yang sebenarnya adalah pocong love kuntilanak. Biarin manusia begitu. Dulu waktu kita masih hidup juga sering membuat fitnah. Ikhlasin aja. Ayo ah anterin gue," paksa si Pocong Lakiyo yang sudah tak sabar bertemu kekasih hatinya.

"Ogah ! Gue lagi pengen mabok bir cap kemenyan cihuy. Pocong Kardi yang bawa. Katanya barang import. Lagian kalo gue ngikut ntar cerita ini jadi banyak tokohnya. Bikin pusing penulisnya nanti. Ha..ha.." Tawa pocong sambil berlalu, meninggalkan sahabatnya resah dalam garing alias galau ringan.

Dengan perasaan galau yang menelusup pikiran, akhirnya si Pocong menemui kekasih hatinya yang telah duduk manis di atas pagar jembatan. Pocong muncul setelah lewat setengah jam dari waktu yang dijanjikan.

"Hai yayang Kunti, ma'af ya telat. Soalnya jalanan licin. Jadi pas loncat-loncat kepleset terus. Untung tadi numpang odong-odong" Pocong beralibi.

"Hmmm...." Kunti menanggapi.

"Aku kan udah minta ma'af. Kenapa kamu masih dingin gitu?" Pocong bersedih.

"Baru dari kulkas."

"Owh.... " komentar pocong lugu, lantas memperbaiki kalimatnya, "Mmmaksud aku kenapa mukamu pucat sayang?"

"Goblok! Ya iyalah. Aku kan setan. Bego' dipiara." umpat Kunti yang makin sebel membuat Pocong makin bingung.

"Oh, bener juga ya? Tapi maksudku bukan itu. Kenapa wajahmu terlihat murung? Adakah yang kamu pikirkan sayang?" tanya Pocong meniru gaya Obama pidato.

"Sepertinya, kita sudahi saja hubungan kita."

"Owh..." komentar Pocong santai.

"Kenapa kamu nggak sedih?" Kunti mengerutkan dahi.

"Ya nggak apa-apa. Kan besok masih bisa bareng lagi. Cuma malam ini kan?" jelas Pocong.

"Maksud aku kita putus... !!!" bentak Kunti melotot.

"Apa?!" Teriak Pocong seakan digigit kalajengking. "Ko' gitu yang? Tapi kan.... "

"Nggak ada tapi-tapian. Ngerti !" tegas Kunti.

"Iya iya aku ngerti. Aku cuma butuh satu tapi," kata Pocong dengan muka memelas.

"Hiiihhh... Susah ya ngomong ama Pocong otak profesor," keluh Kunti.

"Owh, pacar baru kamu Profesor?" Pocong bertanya seakan tanpa dosa.
"Iya...! Profesor Idiot !" kesal Kunti meradang.

"Yang, pliss... Beri aku kesempatan. Aku sudah berusaha menjadi yang terbaik buatmu." Pocong mengiba. Dengan susah payah mencoba berlutut. Namun apa daya terjungkal karena sempitnya kain kafan yang melilitnya.

"Apa? Terbaik? Kamu memelukku saja nggak pernah. Membelai rambutku juga nggak pernah. Kamu nggak romantis !" jelas Kunti dengan melipat tangan didada. " Dan satu lagi, nggak usah aku kamu, panggil lu gue aja. Kita udah putus ! Titik" kembali Kunti menegaskan kebulatan tekad dan kebulatan pantatnya.

"Sayang, bukankah dulu kamu bilang mau menerima aku apa adanya? Aku emang nggak bisa memelukmu. Selain tanganku terbungkus, aku juga masih punya iman. Kita bukan muhrim yang..." Pocong meratap.

"Hai... " Sebuah suara memotong ratapan pocong. Tuyul datang dengan membusungkan dada. Padahal tubuh kuntetnya tidak sedikitpun macho.

"Ma'af, aku sudah memilih dia," ucap Kunti sambil menunjuk ke arah Tuyul.

"Ayo kita jalan-jalan ke mall. Kamu bisa pilih gaun apa saja, biar aku yang bayar," kata Tuyul dengan sedikit melompat untuk meraih tangan Kunti.

Kunti tersipu, wajah pucatnya merona.

"Dasar setan matre! Ke Masjid aje!" Umpat Pocong kesal. Mereka berdua berlalu, meninggalkan pocong yang kini benar-benar ngesot dalam ratapan.

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar