Malam jum'at tiba. Malam dimana para setan diberi kebebasan untuk
jalan-jalan lazimnya malam minggu bagi manusia. Ketika waktu hampir
pukul 12 malam waktu kuburan setempat, semua setan berdandan layaknya
selebritis yang mau pentas. Suster ngesot merias wajahnya dengan menor
meski roknya begitu dekil karena dipakai ngesot. Tuyul mengusap kepala
botaknya dengan ludah hingga terlihat mengkilap. Di kamarnya, si cantik
kunti sedang memilih baju setelah keramas menggunakan shampo anti
ketombe, anti jamur, anti pecah, dan anti karat. Tubuhnya yang langsing
begitu seksi meski tanpa kaki. Sedangkan sundel bolong sedang berdiri
membelakangi cermin dengan raut muka bangga. Berkat obat serangga,
punggung bolongnya sudah bebas belatung, bebas kuman, dan bebas
formalin. Seorang, eh sepocong Ibu sedang membenarkan tali pocong
anaknya, "Ingat nak, jangan berjudi, jangan mabuk-mabukan. Pulanglah
sebelum shubuh. Jangan sampai ketemu Ustadz yang hendak ke Masjid. Bisa
hangus kamu," nasehatnya pada anaknya yang akan Hang-out dengan teman
geng Pocong.
Tepat jam 12, gerbang kuburan dibuka. Seketika mereka berhamburan keluar
untuk mencari hiburan. Gerombolan pocong yang tergabung dalam geng
Pocong langsung menuju maskas di bawah pohon melinjo untuk pesta miras.
"Eh, elu nggak jalan ama cewek lu si Kunti?" tanya salah satu pocong pada temannya dalam geng.
"Dia cuma ngajak ketemuan. Sekarang nunggu di jembatan ujung jalan.
He...he... " Pocong Lakiyo nyengir. Terlihat sebaris gigi tak rapi dan
tak putih.
"Terus ngapain lu kesini?"
Dengan memasang tampang afgan nahan berak, pocong akhirnya mengutarakan
niatnya, "itu dia masalahnya. Gue minta lu nganter gue. Perasaan gue
nggak enak. Garing, galau ringan."
"Malu ama muka. Masak muka serem gitu ketemuan aja minta dianterin. Ogah
! Males gue kalo lewat depan bioskop itu. Manusia sekarang pada sadis
melecehkan kita lewat film. Masak kita digambar ngelemprak dengan
tulisan POCONG NGESOT. Sebelahnya parah lagi, POCONG MANDI GOYANG
PINGGUL. Sejak kapan kita bisa mandi sambil goyang pinggul? Mandi aja
nggak pernah kan kita? Mereka fitnah seenaknya. Sakit ati gue !" gerutu
pocong yang di ketahui matinya ketiban semut yang sedang pegangan tiang
listrik.
"Santai aja bro. Gue ngeliat tulisan POCONG VS KUNTILANAK aja nggak
marah. Padahal jelas-jelas yang sebenarnya adalah pocong love
kuntilanak. Biarin manusia begitu. Dulu waktu kita masih hidup juga
sering membuat fitnah. Ikhlasin aja. Ayo ah anterin gue," paksa si
Pocong Lakiyo yang sudah tak sabar bertemu kekasih hatinya.
"Ogah ! Gue lagi pengen mabok bir cap kemenyan cihuy. Pocong Kardi yang
bawa. Katanya barang import. Lagian kalo gue ngikut ntar cerita ini jadi
banyak tokohnya. Bikin pusing penulisnya nanti. Ha..ha.." Tawa pocong
sambil berlalu, meninggalkan sahabatnya resah dalam garing alias galau
ringan.
Dengan perasaan galau yang menelusup pikiran, akhirnya si Pocong menemui
kekasih hatinya yang telah duduk manis di atas pagar jembatan. Pocong
muncul setelah lewat setengah jam dari waktu yang dijanjikan.
"Hai yayang Kunti, ma'af ya telat. Soalnya jalanan licin. Jadi pas
loncat-loncat kepleset terus. Untung tadi numpang odong-odong" Pocong
beralibi.
"Hmmm...." Kunti menanggapi.
"Aku kan udah minta ma'af. Kenapa kamu masih dingin gitu?" Pocong bersedih.
"Baru dari kulkas."
"Owh.... " komentar pocong lugu, lantas memperbaiki kalimatnya, "Mmmaksud aku kenapa mukamu pucat sayang?"
"Goblok! Ya iyalah. Aku kan setan. Bego' dipiara." umpat Kunti yang makin sebel membuat Pocong makin bingung.
"Oh, bener juga ya? Tapi maksudku bukan itu. Kenapa wajahmu terlihat
murung? Adakah yang kamu pikirkan sayang?" tanya Pocong meniru gaya
Obama pidato.
"Sepertinya, kita sudahi saja hubungan kita."
"Owh..." komentar Pocong santai.
"Kenapa kamu nggak sedih?" Kunti mengerutkan dahi.
"Ya nggak apa-apa. Kan besok masih bisa bareng lagi. Cuma malam ini kan?" jelas Pocong.
"Maksud aku kita putus... !!!" bentak Kunti melotot.
"Apa?!" Teriak Pocong seakan digigit kalajengking. "Ko' gitu yang? Tapi kan.... "
"Nggak ada tapi-tapian. Ngerti !" tegas Kunti.
"Iya iya aku ngerti. Aku cuma butuh satu tapi," kata Pocong dengan muka memelas.
"Hiiihhh... Susah ya ngomong ama Pocong otak profesor," keluh Kunti.
"Owh, pacar baru kamu Profesor?" Pocong bertanya seakan tanpa dosa.
"Iya...! Profesor Idiot !" kesal Kunti meradang.
"Yang, pliss... Beri aku kesempatan. Aku sudah berusaha menjadi yang
terbaik buatmu." Pocong mengiba. Dengan susah payah mencoba berlutut.
Namun apa daya terjungkal karena sempitnya kain kafan yang melilitnya.
"Apa? Terbaik? Kamu memelukku saja nggak pernah. Membelai rambutku juga
nggak pernah. Kamu nggak romantis !" jelas Kunti dengan melipat tangan
didada. " Dan satu lagi, nggak usah aku kamu, panggil lu gue aja. Kita
udah putus ! Titik" kembali Kunti menegaskan kebulatan tekad dan
kebulatan pantatnya.
"Sayang, bukankah dulu kamu bilang mau menerima aku apa adanya? Aku
emang nggak bisa memelukmu. Selain tanganku terbungkus, aku juga masih
punya iman. Kita bukan muhrim yang..." Pocong meratap.
"Hai... " Sebuah suara memotong ratapan pocong. Tuyul datang dengan
membusungkan dada. Padahal tubuh kuntetnya tidak sedikitpun macho.
"Ma'af, aku sudah memilih dia," ucap Kunti sambil menunjuk ke arah Tuyul.
"Ayo kita jalan-jalan ke mall. Kamu bisa pilih gaun apa saja, biar aku yang bayar," kata Tuyul dengan sedikit melompat untuk meraih tangan Kunti.
Kunti tersipu, wajah pucatnya merona.
"Dasar setan matre! Ke Masjid aje!" Umpat Pocong kesal. Mereka berdua
berlalu, meninggalkan pocong yang kini benar-benar ngesot dalam ratapan.
Sumber
Selasa, 23 Oktober 2012
Kunti Matre
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar