Senin, 21 Oktober 2013

Solusi Praktis Hadapi Krisis

Hidup di dunia memang tidak selamanya menyenangkan. Berbagai hal yang tidak mengenakkan sering kita temui baik dalam hal kesehatan, perekonomian ataupun hal-hal lainnya. Sesungguhnya itu semua adalah cobaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya, untuk menguji siapa di antara mereka yang paling baik amalnya.
Krisis ekonomi, adalah salah satu cobaan berat yang bisa menggoyang laju kehidupan berumah tangga. Bahkan kehidupan bernegara pun seringkali terombang-ambing oleh krisis ekonomi yang melanda. Akibatnya, kefakiran pun sangat mudah hadir di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin. Dan bukan hal yang mustahil jika kefakiran seorang yang lemah imannya bisa membalikkan dia menjadi orang yang kafir. Oleh karenanya Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – berlindung kepada Allah dari kekafiran sekaligus dari kefakiran.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ
“Ya Allah sungguh aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan an-Nasai)
Cari Solusinya
Selain berusaha memperbaiki sikap dalam diri seperti dengan sabar, tawakal dan terus dibarengi dengan istighfar, seorang mukmin juga harus berusaha melakukan amalan-amalan yang bersifat praktis dalam menghadapi krisis ini.
Secara umum, sesungguhnya solusi itu adalah dengan kembali kepada syariat Allah l yang telah Allah turunkan kepada Nabi-Nya – shallallahu ‘alaihi wa sallam – . Karena syariat ini telah sempurna sehingga sangat pas untuk dijadikan sebagai solusi di mana pun dan kapan pun seorang manusia mendapatkan masalah. Bahkan berbagai masalah seperti krisis ekonomi yang melanda ini pada hakikatnya adalah timbul karena umat manusia mengabaikan sebagian syariat Allah.
Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – pernah mengawatirkan lima musibah yang timbul karena kemaksiatan manusia, di antaranya beliau – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
“Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezhaliman penguasa atas mereka. Dan tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan.” (Riwayat Ibnu Majah, lihat ash-Shahihah no. 106)
Nah, dari naungan syariat ini kita bisa memperoleh solusi untuk menghadapi krisis ini. Di antaranya:
Bersikap Sederhana
Sikap berlebihan atau sebaliknya sikap mengurang-kurangi adalah dua hal yang tercela dan akan berdampak buruk bagi pelakunya. Demikian halnya dalam masalah perekonomian. Hendaknya seorang mukmin berusaha bersikap sederhana, yakni pertengahan dalam membelanjakan hartanya. Dalam Al Quran, Allah l telah memuji hamba-hamba-Nya dengan sifat ini, dengan firman-Nya,
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (al-Furqan: 67)
Terapkan Sistem Perekonomian Islam
Sebagaimana sistem Islam secara umum, sistem perekonomian islam adalah solusi utama bagi krisis yang melanda perekonomian umat manusia. Dengan menerapkan sistem perekonomian Islam ini, sesuai dengan ruang lingkup masing-masing pelaku, maka perekonomian umat manusia secara umum dan kaum muslimin secara khusus akan bisa tegak dengan baik.
Tidak hanya pada lingkup negara, bahkan lingkup keluarga atau individu pun sistem perekonomian Islam sangat penting untuk diterapkan. Dalam praktik jual beli misalnya, jika setiap individu menerapkan tuntunan Islam tentangnya, niscaya akan terwujud perdagangan penuh berkah yang tentu saja hal ini merupakan salah satu faktor terpenting dalam menghadapi krisis ekonomi. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – pernah bersabda,
Pembahasan tentang sistem perekonomian dalam Islam tentu membutuhkan kajian tersendiri. Karena di sana banyak sekali mencakup berbagai hal tentang perekonomian dan perdagangan, seperti tentang jual beli, sewa menyewa, perserikatan, hutang piutang, hukum menimbun barang dagangan dan lain sebagainya. Hanya saja di sini sekadar penegasan bahwa dengan sistem perekonomian Islam krisis yang melanda bisa teratasi.
Tinggalkan Praktik Riba
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (ar-Rum: 39)
Di antara manusia ada yang berusaha memupuk perekonomian mereka dengan melakukan praktik riba. Seperti misalnya memberikan pinjaman harta kepada orang lain dengan mensyaratkan pengembalian yang lebih dari jumlah yang dia pinjamkan. Sesungguhnya praktik riba yang dilakukannya tidak akan menambah kuat perekonomiannya. Bahkan hal itu akan memperburuk perekonomian masyarakat secara umum, di samping akan menjerumuskan dirinya ke dalam siksaan Allah. Oleh karena itu, bukanlah merupakan solusi pintar bagi keluarga yang sedang dilanda kesulitan ekonomi jika dia berhutang kepada orang-orang yang melakukan praktik riba.
Tunaikan Zakat
Kaum muslimin hartanya telah sampai nishab, hendaknya tidak menahan kewajiban zakat pada harta mereka. Selain sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah, penunaian zakat ini juga merupakan salah satu bentuk kepeduliaan seorang kaya terhadap kaum muslimin lainnya terutama mereka yang berada pada taraf ekonomi rendah. Jika aliran peredaran harta zakat ini lancar, niscaya perekonomian masyarakat kaum muslimin akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, menahan penunaian zakat akan berdampak pada tertahannya air dari langit yang menjadi sumber penghidupan makhluk hidup.
Tetap Semangat Bekerja
Dalam keadaan krisis seperti ini, terkadang sebagian orang ada yang merasa putus asa sehingga dia pun ogah-ogahan bekerja dengan alasan walaupun sudah bekerja memeras keringat tetap saja tidak akan mencukupi kebutuhan. Tentu saja sikap seperti ini tidak sesuai dengan banyaknya anjuran Islam untuk bekerja, meskipun hasil yang diperoleh tidak begitu banyak. Karena bagi seorang muslim harta yang sedikit tapi berkah lebih baik dari pada harta banyak tanpa berkah. Nah, dengan tetap semangat bekerja dibarengi dengan niat ikhlas padanya dan bekerja pada hal-hal yang tidak menyelisihi syariat, niscaya akan membuahkan hasil yang penuh berkah insya Allah.
Pantang Meminta-minta
Meminta-minta merupakan hal yang tercela, baik secara syariat maupun secara akal dan fitrah manusia. Bahkan telah datang ancaman bagi orang suka meminta-minta dan menjadikannya sebagai sarana untuk memperbanyak harta. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Siapa yang meminta-minta harta kepada manusia, maka sesungguhnya dia meminta bara api. Maka silakan meminta sedikit atau banyak!” (Riwayat Muslim)
Maka, orang yang profesinya adalah mengemis, terancam dengan hadits ini. Memang disebutkan dalam hadits lain dibolehkannya meminta-minta bagi tiga golongan manusia; orang yang terlilit hutang, orang yang terkena bencana pada hartanya, dan orang yang sama sekali tidak memiliki harta. Hanya saja kebolehan ini juga disyaratkan hanya sampai batas yang dibutuhkan saja, dan selebihnya adalah haram baginya meminta-minta.
Menyikapi Pemerintah Dengan Benar
Adanya krisis ekonomi yang melanda suatu negeri, tentu saja memiliki kaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, terlepas dari tepat atau tidaknya kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, seorang muslim harus mengetahui bagaimana sikap yang benar terhadap pemerintah ketika terjadi berbagai perkara yang tidak menyenangkan seperti di antaranya krisis ekonomi ini. Dan sekali lagi syariat ini telah menjelaskan bagaimana seorang muslim menyikapi pemerintahan mereka.
Secara ringkas, Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – memberikan petunjuk kepada kita dalam menghadapi hal-hal yang tidak kita sukai dari pemerintahan agar kita bersabar dan tetap menaati mereka dalam perkara yang bukan kemaksiatan. Dan kita dilarang memberontak kepada mereka selama mereka masih menegakkan shalat, selama belum nampak dengan nyata kekufuran pada diri mereka. Dan jika ada yang ingin memberi nasihat kepada pemimpin, maka hendaknya nasihat itu diberikan kepadanya secara empat mata, tidak di hadapan khalayak manusia.
Sedangkan apa yang dilakukan sebagian manusia ketika mendapati krisis ekonomi atau perkara yang tidak mereka sukai dari pemerintahan kemudian mereka berdemo, mengerahkan masa, maka ini bukanlah solusi. Bahkan telah kita alami hal semacam ini yang ternyata malah berakibat pada perusakan-perusakan yang akhirnya malah menjadikan menurunnya perekonomian.
Inilah sebagian dari solusi-solusi praktis yang mungkin bisa kita praktikkan ketika kita dilanda krisis ekonomi. Yang intinya, kita kembali kepada syariat Islam ini dalam menghadapi krisis ini sebagaimana kita kembali kepadanya dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Wallahul Muwaffiq. (***)
Sumber: Rubrik Fikih Keluarga, Majalah Sakinah Vol. 11 No. 5

0 komentar:

Posting Komentar