Hidup di dunia memang tidak selamanya menyenangkan. Berbagai hal yang
tidak mengenakkan sering kita temui baik dalam hal kesehatan,
perekonomian ataupun hal-hal lainnya. Sesungguhnya itu semua adalah
cobaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya, untuk menguji siapa di
antara mereka yang paling baik amalnya.
Krisis ekonomi, adalah salah satu cobaan berat yang bisa menggoyang
laju kehidupan berumah tangga. Bahkan kehidupan bernegara pun seringkali
terombang-ambing oleh krisis ekonomi yang melanda. Akibatnya, kefakiran
pun sangat mudah hadir di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin. Dan
bukan hal yang mustahil jika kefakiran seorang yang lemah imannya bisa
membalikkan dia menjadi orang yang kafir. Oleh karenanya Rasulullah –
shallallahu ‘alaihi wa sallam – berlindung kepada Allah dari kekafiran
sekaligus dari kefakiran.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ
“Ya Allah sungguh aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan an-Nasai)
Cari Solusinya
Selain berusaha memperbaiki sikap dalam diri seperti dengan sabar,
tawakal dan terus dibarengi dengan istighfar, seorang mukmin juga harus
berusaha melakukan amalan-amalan yang bersifat praktis dalam menghadapi
krisis ini.
Secara umum, sesungguhnya solusi itu adalah dengan kembali kepada
syariat Allah l yang telah Allah turunkan kepada Nabi-Nya – shallallahu
‘alaihi wa sallam – . Karena syariat ini telah sempurna sehingga sangat
pas untuk dijadikan sebagai solusi di mana pun dan kapan pun seorang
manusia mendapatkan masalah. Bahkan berbagai masalah seperti krisis
ekonomi yang melanda ini pada hakikatnya adalah timbul karena umat
manusia mengabaikan sebagian syariat Allah.
Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – pernah mengawatirkan
lima musibah yang timbul karena kemaksiatan manusia, di antaranya beliau
– shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا
بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ
السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
“Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa
paceklik, susahnya penghidupan dan kezhaliman penguasa atas mereka. Dan
tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari
langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan
karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan.” (Riwayat
Ibnu Majah, lihat ash-Shahihah no. 106)
Nah, dari naungan syariat ini kita bisa memperoleh solusi untuk menghadapi krisis ini. Di antaranya:
Bersikap Sederhana
Sikap berlebihan atau sebaliknya sikap mengurang-kurangi adalah dua
hal yang tercela dan akan berdampak buruk bagi pelakunya. Demikian
halnya dalam masalah perekonomian. Hendaknya seorang mukmin berusaha
bersikap sederhana, yakni pertengahan dalam membelanjakan hartanya.
Dalam Al Quran, Allah l telah memuji hamba-hamba-Nya dengan sifat ini,
dengan firman-Nya,
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.” (al-Furqan: 67)
Terapkan Sistem Perekonomian Islam
Sebagaimana sistem Islam secara umum, sistem perekonomian islam
adalah solusi utama bagi krisis yang melanda perekonomian umat manusia.
Dengan menerapkan sistem perekonomian Islam ini, sesuai dengan ruang
lingkup masing-masing pelaku, maka perekonomian umat manusia secara umum
dan kaum muslimin secara khusus akan bisa tegak dengan baik.
Tidak hanya pada lingkup negara, bahkan lingkup keluarga atau
individu pun sistem perekonomian Islam sangat penting untuk diterapkan.
Dalam praktik jual beli misalnya, jika setiap individu menerapkan
tuntunan Islam tentangnya, niscaya akan terwujud perdagangan penuh
berkah yang tentu saja hal ini merupakan salah satu faktor terpenting
dalam menghadapi krisis ekonomi. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa
sallam – pernah bersabda,
Pembahasan tentang sistem perekonomian dalam Islam tentu membutuhkan
kajian tersendiri. Karena di sana banyak sekali mencakup berbagai hal
tentang perekonomian dan perdagangan, seperti tentang jual beli, sewa
menyewa, perserikatan, hutang piutang, hukum menimbun barang dagangan
dan lain sebagainya. Hanya saja di sini sekadar penegasan bahwa dengan
sistem perekonomian Islam krisis yang melanda bisa teratasi.
Tinggalkan Praktik Riba
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا
يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).” (ar-Rum: 39)
Di antara manusia ada yang berusaha memupuk perekonomian mereka
dengan melakukan praktik riba. Seperti misalnya memberikan pinjaman
harta kepada orang lain dengan mensyaratkan pengembalian yang lebih dari
jumlah yang dia pinjamkan. Sesungguhnya praktik riba yang dilakukannya
tidak akan menambah kuat perekonomiannya. Bahkan hal itu akan
memperburuk perekonomian masyarakat secara umum, di samping akan
menjerumuskan dirinya ke dalam siksaan Allah. Oleh karena itu, bukanlah
merupakan solusi pintar bagi keluarga yang sedang dilanda kesulitan
ekonomi jika dia berhutang kepada orang-orang yang melakukan praktik
riba.
Tunaikan Zakat
Kaum muslimin hartanya telah sampai nishab, hendaknya tidak menahan
kewajiban zakat pada harta mereka. Selain sebagai salah satu bentuk
ibadah kepada Allah, penunaian zakat ini juga merupakan salah satu
bentuk kepeduliaan seorang kaya terhadap kaum muslimin lainnya terutama
mereka yang berada pada taraf ekonomi rendah. Jika aliran peredaran
harta zakat ini lancar, niscaya perekonomian masyarakat kaum muslimin
akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, menahan penunaian zakat akan
berdampak pada tertahannya air dari langit yang menjadi sumber
penghidupan makhluk hidup.
Tetap Semangat Bekerja
Dalam keadaan krisis seperti ini, terkadang sebagian orang ada yang
merasa putus asa sehingga dia pun ogah-ogahan bekerja dengan alasan
walaupun sudah bekerja memeras keringat tetap saja tidak akan mencukupi
kebutuhan. Tentu saja sikap seperti ini tidak sesuai dengan banyaknya
anjuran Islam untuk bekerja, meskipun hasil yang diperoleh tidak begitu
banyak. Karena bagi seorang muslim harta yang sedikit tapi berkah lebih
baik dari pada harta banyak tanpa berkah. Nah, dengan tetap semangat
bekerja dibarengi dengan niat ikhlas padanya dan bekerja pada hal-hal
yang tidak menyelisihi syariat, niscaya akan membuahkan hasil yang penuh
berkah insya Allah.
Pantang Meminta-minta
Meminta-minta merupakan hal yang tercela, baik secara syariat maupun
secara akal dan fitrah manusia. Bahkan telah datang ancaman bagi orang
suka meminta-minta dan menjadikannya sebagai sarana untuk memperbanyak
harta. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Siapa yang meminta-minta harta kepada manusia, maka sesungguhnya dia
meminta bara api. Maka silakan meminta sedikit atau banyak!” (Riwayat
Muslim)
Maka, orang yang profesinya adalah mengemis, terancam dengan hadits
ini. Memang disebutkan dalam hadits lain dibolehkannya meminta-minta
bagi tiga golongan manusia; orang yang terlilit hutang, orang yang
terkena bencana pada hartanya, dan orang yang sama sekali tidak memiliki
harta. Hanya saja kebolehan ini juga disyaratkan hanya sampai batas
yang dibutuhkan saja, dan selebihnya adalah haram baginya meminta-minta.
Menyikapi Pemerintah Dengan Benar
Adanya krisis ekonomi yang melanda suatu negeri, tentu saja memiliki
kaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, terlepas dari tepat atau
tidaknya kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal ini,
seorang muslim harus mengetahui bagaimana sikap yang benar terhadap
pemerintah ketika terjadi berbagai perkara yang tidak menyenangkan
seperti di antaranya krisis ekonomi ini. Dan sekali lagi syariat ini
telah menjelaskan bagaimana seorang muslim menyikapi pemerintahan
mereka.
Secara ringkas, Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam –
memberikan petunjuk kepada kita dalam menghadapi hal-hal yang tidak kita
sukai dari pemerintahan agar kita bersabar dan tetap menaati mereka
dalam perkara yang bukan kemaksiatan. Dan kita dilarang memberontak
kepada mereka selama mereka masih menegakkan shalat, selama belum nampak
dengan nyata kekufuran pada diri mereka. Dan jika ada yang ingin
memberi nasihat kepada pemimpin, maka hendaknya nasihat itu diberikan
kepadanya secara empat mata, tidak di hadapan khalayak manusia.
Sedangkan apa yang dilakukan sebagian manusia ketika mendapati krisis
ekonomi atau perkara yang tidak mereka sukai dari pemerintahan kemudian
mereka berdemo, mengerahkan masa, maka ini bukanlah solusi. Bahkan
telah kita alami hal semacam ini yang ternyata malah berakibat pada
perusakan-perusakan yang akhirnya malah menjadikan menurunnya
perekonomian.
Inilah sebagian dari solusi-solusi praktis yang mungkin bisa kita
praktikkan ketika kita dilanda krisis ekonomi. Yang intinya, kita
kembali kepada syariat Islam ini dalam menghadapi krisis ini sebagaimana
kita kembali kepadanya dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.
Wallahul Muwaffiq. (***)
Sumber: Rubrik Fikih Keluarga, Majalah Sakinah Vol. 11 No. 5
Senin, 21 Oktober 2013
Solusi Praktis Hadapi Krisis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar