Minggu, 05 Mei 2013

Kelembutan Dalam Dakwah

Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci ialah Lembah Thuwa;”Pergilah kamu kepada
Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas,dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan
bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar
supaya kamu takut kepada-Nya?” (Surah An Nazi’at : 16-19)
Penggalan arti firman Allah subhanahu wa ta’ala di atas memberikan isyarat kepada kita agar
seorang dai seyogyanya menyampaikan kebenaran dengan kelembutan dan kebijaksanaan. Sebab, Nabi
Musa ‘alaihissalam saja masih diperintahkan untuk memberi peringatan kepada Fir’aun dengan lembut
lagi bijaksana walaupun Fir’aun telah memposisikan dirinya sebagai Tuhan. Inilah kemulian dakwah
dalam Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembutan dalam interaksi sosial. Oleh karena itu, tidak
sepantasnya bila dakwah disampaikan dengan cara kasar lagi menciderai aturan-aturan syariat. Dakwah
adalah kegiatan menyeru kepada kebaikan, bukan memaksa dengan kekerasan.
Sayangnya, seringkali kita jumpai proses dakwah yang terciderai oleh kelakuan si dai. Salah
satu contohnya adalah apa yang dikeluhkan teman dalam sebuah pertemuan. Dia bercerita, “ Saya
memiliki tetangga yang berpakaian syar’i. Namun, dengan masyarakat tidak pernah mau tegur sapa
apalagi mengucap salam. Sayang sekali masyarakat menjadi kurang menyukai, padahal dia tekun
beribadah di masjid. Bila begitu, bagaimana mau berdakwah?” Kisah seperti ini mungkin bukan baru
dalam kehidupan di sekitar kita, namun sayangnya masih saja terus terjadi. Dakwah seringkali tidak
tersampaikan kepada masyarakat bukan karena isi dari dakwahnya, melainkan kelakuan cerobah si
dai yang kurang menjaga nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Terkadang, seorang dai keras dan
kasarnya luar biasa padahal dengan keluarganya sendiri. Bila demikian, dakwah akan menjadi sesuatu
yang dibenci oleh masyarakat. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman yang artinya
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Surah An-Nahl: 125)
Setiap dai hendaknya mengedapankan sikap lemah lembut dalam menyampaikan kebenaran
karena Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang menyukai kelembutan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah-istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya:
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam
seluruh perkara.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi mencintai kelembutan. Dia memberikan pada
sifat kelembutan yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan, dan tidak pula diberikan kepada sifat-sifat
yang lainnya.” (HR. Muslim)
Pada asalnya, setiap manusia menyukai kelembutan dalam segala urusan. Cobalah kita
perhatikan, seorang ibu yang begitu lembut merawat dan mengajari anak-anaknya. Jika saja para ibu
tidak lembut terhadap anak-anaknya maka para anak akan menderita. Begitu juga dengan dakwah.
Bila dakwah disampaikan bukan dengan cara lembut dan sesuai aturan agama, tentu banyak orang
yang akan menjauhinya. Bukan karena materi dakwah yang disampaikan melainkan kekasaran dai yang
menyampaikan dakwah. (Abu Yusuf Az Zain)

0 komentar:

Posting Komentar