Karyaku

I Like Writing. Menulis apapun yang saya inginkan. ^_^

My Life

Perjalanan Kehidupan yang penuh makna.

Pelajaran

Ilmu dan pelajaran yang kita dapatkan dari semua hal.

Ceritaku

Perjalanan yang seru..... Manis dan pahit..... menyenangkan untuk diceritakan

Download

Berbagai novel, kumpulan ebook dan aplikasi lainnya

Senin, 23 Februari 2015

Pengenalan Tahsin

By : Mbk Sofie
Place : Gendingan Rumah m sofie



Liqo' diisi dengan materi Tahsin yang disampaikan oleh mbk sofie. Yang intinya Dalam membaca Al Qur'an, Hak dan sifat-sifat huruf harus dipenuhi karena jika tidak bisa berakibat kesalahan arti atau berbeda dengan arti sesungguhnya.
Rupanya membaca Al qur'an tidak sesimple kita belajar bahasa inggris atau bahasa indonesia. Lebih rumit, hanya karena panjang pendeknya dan salah satu huruf bisa diartikan yang berbeda.
Tapi tahu kah antum? bahwa ketika kita membaca al qur'an semisal alif lam mim maka setiap hurufnya bernilai 10 kebaikan. Hanya dengan membaca alif saja, mendapat 10 kebaikan apalagi jika kita mengkhatamkannya berapa banyak kebaikan yang akan kita dapat.
Namun dengan catatan bahwa kita membaca qur'an dengan benar. Dalam surat Al Muzammil di jelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk membaca Qur'an dengan Tartil. Tartil disini di artikan bahwa kita tahu tajwidnya dan tempat berhentinya. Jadi kawan, ini perintah dari Allah secara langsung agar kita belajar Tahsin. Wajib tntunya bagi kita karena Al qur'an merupakan pegangan hidup. So.. Target selanjutnya adalah belajar Tahsin. 1 bulan kedepan harus bisa. Ayuuukkk kawan kita belajar bersama. Agar hidup lebih hidup..

PERJUANGAN
























Ketika suatu hal yg seringkali terjadi, itu akan mejadi hal yang biasa. Terkadang tanpa makna, monoton, tak diharapkan, tak disyukuri dan terlewat begitu saja.
Meski pandangan orang lain akan berbeda, kdang mereka berpikir apa yang kita dapatkan adalah hal yang luar biasa. Tapi bagi qt yg mndapatkannya itu adalah hal yg biasa.
Pengalaman kehidupan seseorang mempengaruhi cara berpikirnya. Seperti seorang pengemis akan rela meminta-minta hanya untuk mendapatkan recehan. Dan si pemberi merelakan uangnya dan merasa bahwa ia tak membutuhkan uang itu.
Perjuangan dalam mendapatkan sesuatu hal mmang diperlukan agar kita mampu lebih menghargai hasilnya. Itulah kenapa Tuhan memberikan kita kesulitan2 agar kita menjadi manusia yg bersyukur dan selalu mengingatnya. Kehidupan akan mengajarkan hal yg baik pada org yg berfikir positif. Tapi sebaliknya kehidupan akan terasa sulit bagi dya yg berfikir negatif. Kehidupan itu sendiri adalah pelajaran. Pelajaran bagi kita yang mampu bersabar dan bersyukur atas apa yng diberikan Tuhan.
Di bus, 14.28
23 Feb 2015


Rabu, 18 Februari 2015

RINDU


Apa kau tahu aku sangat merindukanmu
Seperti bulan yg menunggu matahari

Hanya diam dalam sinarmu

Aku tahu kau dimana, 

tapi aq hanya menunggu waktu yg tidak pasti hanya utk bertemu

Heny menuliskan sebuah puisi di bukunya. Lalu dia, menghapusnya dan berharap rasa itu juga terhapus di hatinya.
Rya pun hanya selalu bisa tersenyum simpul karena ia pun tak mengerti bagaimana sesungguhnya perasaan sahabatnya itu.
Rya : sepertinya kau sedang sedih?
Heny : Aku hanya bingung, bingung dengan perasaanku sendiri. Dilain pihak aku ingin melupakannya dan itu berhasil, tapi suatu ketika aq tetap sedih seperti kehilangan sesuatu.
Rya : apa kau mencintainya?
Heny : entah, aku tidak yakin ini cinta.
Rya : kenapa tidak kau ktakan saja kalaw kau rindu dgnya.
Heny : tidak semudah itu, ada garis batas diantara kami. Jika kami melanggarnya, kemungkinan kami akan jatuh ke jurang
Rya : sama2 sakit, diam atau pun mngatakannya ya. Sebuah kemungkinan blm tentu terjadi. Tapi terserah padamu. Kau lebih tahan yang mana. Hanya doa yg akan mmbuatmu lebih baik.
Heny : iya, dan lebih baik lagi aku tak mengenalnya
Merekapun termenung berdua menatap langit2.
Rya dalam hati "itulah cinta..."

Bicara Mata Batin

B : Kau lihat laki-laki yang
sedang berjalan ke arah sana? Kau
lihat betapa terlihat tegar
wajahnya, senyumnya, bahkan sinar
matanya? Ku beri tahu, dia adalah
laki-laki yang rapuh saat ini.
Beberapa hari yang lalu dia
kehilangan cintanya, padahal dia
belum memilikinya. Dia sudah
kehilangan.
A : Bagaimana kau bisa tahu?
B : Itulah mata batin.
A : Apa yang membuat dia
kehilangan?
B : Waktu, dia kehilangan waktu.
Dia datang terlambat pada seseorang
yang dia cintai sejak lama
A : Seberapa lama?
B : Mungkin seumur sekolah.
A : Kasihan sekali dia, bagaimana
menurutmu?
B : Iya, tapi itu akan menjadi
pembelajaran hidup terbaik baginya
bila dia mampu menyerap semua
kejadian itu dengan hati yang
lapang dan pikiran yang lurus.
A : Semoga begitu.
Aku menatap kosong pada laki-laki
yang sedang berjalan dengan langkah
yang tenang dan sinar wajah yang
tidak terlihat sama sekali
keresahan. Bahkan aku tidak
menyaksikan kerapuhan itu sama
sekali. Sampai pada satu
kesempatan, batinku mengajakku
jalan-jalan di gelap pagi sebelum
matahari terbit. Ku saksikan laki-
laki itu sedang duduk di depan
layar komputer, menulis sesuatu.
Aku mendekati laki-laki itu tanpa
suara. Aku mengintip apa yang dia
tulis.
A : Aku baru mengerti tentang
sebuah kerapuhan yang kamu katakan
beberapa hari yang lalu tentang
laki-laki ini.
B : Ya begitulah, setiap orang
yang kembali dalam kesunyian dan
kesendiriannya akan menjadi dirinya
sendiri. Segala keresahan itu akan
datang, kekhawatiran itu akan
muncul, dan air matanya yang tak
pernah kau lihat itu akan mengalir
sejumlah banyaknya huruf yang dia
tulis, mungkin lebih banyak.
A : Begitu mengerikannya kesepian
dan kekosongan.
B : Untuk itu, banyak orang
mencari teman. Sayangnya, tidak
semua orang bisa menemukan teman
yang dia cari.
A = Aku
B = Batin



Rumah, 12 Februari 2015 |
(c)kurniawangunadi

Orang Baik




"Ada dua jenis orang baik di dunia ini
yang aku temukan sepanjang melakukan
perjalanan," ujarku pada temanku suatu
sore.
"Bagaimana kamu bisa
mengklasifikasikannya menjadi dua?"
tanya temanku heran.
"Dengan menemukan mereka dan
mengetahui potongan hidupnya",
jawabku.
Temanku mengernyitkan dahinya.
"Orang baik jenis pertama adalah orang-
orang yang sedari kecil terjaga, memiliki
lingkungan tumbuh yang baik, memiliki
orang tua yang baik, teman yang baik,
hingga mereka hampir tidak pernah
bersinggungan dengan hal-hal buruk
dengan kadar serius. Hanya kenakalan
kecil yang masih wajar"
"Yang kedua?" tanyanya.
"Orang baik yang kedua adalah orang-
orang yang dulunya bukan orang baik,
tapi berubah menjadi orang baik. Orang
jenis ini lebih banyak daripada jenis
pertama. Mereka adalah orang-orang
yang berhasil keluar dari kelam hidup
sebelumnya," tambahku.
"Aku mengerti, cerita orang pertama itu
sebagaimana Rasululloh. Ia terjaga bahkan
sejak lahirnya. Orang kedua adalah
seperti sahabat-sahabat nabi, mereka
adalah orang-orang dengan masa lalu
yang kelam, tapi berhasil keluar dari
semua itu dan menjadi orang yang luar
biasa baik,"
"Iya dan saat ini orang jenis kedua ini
biasanya lebih bijaksana dalam
menghadapi hidup karena mereka tahu
dan pernah menjadi orang jahat", aku
melengkapi.
"Apakah kita termasuk orang baik jenis
kedua?" tanyanya.
"Aku harap kita demikian. Aku
menemukan di luar sana banyak orang
ingin menjadi baik, tapi tidak tahu
caranya. Ada yang ingin menjadi baik,
tapi orang lain sibuk mencacinya dan
menganggapnya cari muka. Mereka ingin
mengubah dirinya, tapi lingkungan justru
tidak mendukungnya. Mereka ingin
mengubur masa lalunya yang kelam, tapi
orang lain senang sekali menggalinya."
Kami berdua tenggelam dalam pikiran
masing-masing.
"Apakah kiranya ada orang yang bisa
menerima kita dengan masa lalu sekelam
ini?" tiba-tiba kawanku ini bertanya resah.
"Maksudmu?" aku ingin memperjelas
pertanyaannya.
"Orang yang bisa menerima orang seperti
kita menjadi pasangan hidupnya? Bahkan
aku takut untuk memikirkan itu karena
aku merasa tidak cukup pantas untuk
itu", tatapnya kosong.
Aku ikut menatap langit-langit dengan
kosong.
"Entahlah, bila ia bisa menerima.
Mungkin ia bukan orang, mungkin
malaikat", jawabku.
Kami tenggelam dalam keresahan kami
masing-masing.
Rumah, 9 Februari 2015 |
(C)kurniawangunadi

Tempat Berbagi


Hidup semakin kesini semakin berjalan
cepat, dan saat kau tidak bisa berjalan
secepat hidup ini atau lebih cepat
darinya. Aku akan kalah. Seperti
kekalahan-kekalahanku sebelumnya.
Aku tidak pernah menceritakan
bagaimana hidupku di masa lalu kepada
siapapun, tidak pernah pula mengijinkan
orang lain masuk ke dalam hidupku saat
ini. Sekalipun ada beberapa orang yang
mampu dekat denganku, mereka hanya
tahu sebagian kecil saja.
Aku sudah terbiasa sendiri, mengatasi
segala masalah sendiri, menyimpan
semua hal sendiri. Meski aku tahu,
manusia pada umumnya akan
memandang sebelah orang-orang yang
terus menerus hidup dalam
kesendiriannya. Aku belum menemukan
alasan yang tepat untuk hidup berbagai
dengan orang lain. Aku merasa cukup
dengan diri sendiri, atau mungkin aku
belum selesai dengan diri sendiri.
Kini ketika satu persatu temanku
memutuskan mengakhiri kesendiriannya.
Aku bertanya-tanya, orang seperti apakah
yang sanggup berbagi hidup denganku.
Aku bukan siapa-siapa, bukan seseorang
dengan segudang amal mulia, bukan
seseorang dengan setumpuk gelar baik,
aku bukan siapa-siapa karena aku selalu
dengan diriku sendiri.
Aku bertanya-tanya, seperti apakah orang
yang mampu menerima apa yang aku
miliki meski aku tidak memiliki apapun
sebenarnya. Dan ketika aku melihat
teman-temanku yang baik satu persatu
menemukan tempat berbaginya, aku
bahagia sekaligus sedih. Sebab, aku tahu
aku bukan siapa siapa dan tidak menjadi
siapa-siapa. Aku sibuk dengan diri sendiri
yang tak kunjung selesai. Dan mereka
bertemu dengan orang yang ternyata itu
bukanlah aku, atau seperti aku.
Aku menghabiskan waktu untuk
menyendiri dan menyimpan segala
pertanyaan itu, sendiri. Tak pernah aku
utarakan ke siapapun. Aku kan mencari
jawabnya seorang diri. Aku tidak tahu,
orang seperti apa yang sedang aku cari,
jawaban seperti apa yang aku inginkan.
Dan aku pun bertanya-tanya saat
diperjalanan bertemu dengan orang yang
sedang mencari hal yang sama, memiliki
pertanyaan yang sama. Lalu kami
mencari bersama-sama.
Pertanyaan-pertanyaan itu tak kunjung
kami temukan jawabnya sampai pada
satu waktu ada orang yang mengatakan
kepada kami, bahwa kami adalah
jawaban dari pertanyaan itu. Dan kami
saling bersitatap tidak percaya.
"Kamukah, jawabnya?"


By : Kurniawan Gunadi

PERCAKAPAN


Laki-laki :
Aku tidak meminta Tuhan untuk
melahirkanku sebagai laki-laki. Dan
ketika aku tahu aku menjadi laki-
laki ketika lahir. Aku menangis.
Betapa tidak. Tanggungjawabku
sangat besar dan aku sibuk
bermain-main. Ketika dalam
genggam tangan dan bahuku aku
disuruh memikul tanggungjawab
pada 4 perempuan (ibu, istri,
saudara perempuan, dan anak
perempuan). Apakah aku sanggup?
Ketika diwajibkan bagiku mencari
nafkah untuk keluargaku. Meski
habis tenaga. Apakah aku kuat
mencukupi mereka semua? Ketika
diwajibkan bagiku mengangkat
senjata dan melindungi kehormatan
keluargaku juga agamaku. Nyawa
kutaruhkan di muka. Beranikah
aku?
Ketika baktiku lebih besar kepada
orang tuaku daripada anak dan
istriku. Mampu adilkan aku? Jika
dipundakku ditanggungkan beban
memimpin kapal rumah tangga
agar mencapaikan surga bagi
keluargaku. Amanahkah aku?
Perempuan :
Aku pun tidak meminta Tuhan
untuk melahirkanku sebagai
perempuan. Ketika aku tahu aku
menjadi perempuan. Aku menangis.
Betapa tidak. Aturan penjagaanku
begitu ketat, karena begitu
berharganya aku. Tapi aku selalu
ingin melepaskan diri dari semua
itu. Kecenderunganku sering
berperang dengan akal pikiranku
yang masih sejalan. Muliakah aku
sementara aku terus menerus
menjual kemulian itu sedikit demi
sedikit?
Ketika diwajibkan bagiku berbakti
lebih utama kepada suami.
Sementara ayah dan ibuku tidak
lagi menjadi keutamaan bagiku.
Akankah aku bisa melakukannya
dengan baik? Ketika menjadi ibu
dan memiliki anak-anak yang
menjadi amanah-Mu. Sanggupkan
aku mempersiapkan mereka
menjadi manusia-manusia yang
baik, setidaknya aku tidak ingin
melahirkan manusia yang
mendurhakai-Mu dikemudian hari?
Menjadi perempuan, menjadi
perantara kehidupan manusia. Kau
titipkan rahim untuk melahirkan
manusia baru dibumi ini.
Pantaskah aku menjadi kehidupan
pertama bagi manusia-manusia
yang akan lahir itu?
Laki-laki dan Perempuan :
Kami tidak meminta dilahirkan ke
dunia. Mengapa kau turunkan kami
ke sini (bumi)? Sedang kami
bertanya-tanya, dengan siapa kami
akan menjalankan tugas besar ini.
Sampai kapan Engkau membiarkan
masing-masing kami seorang diri?
Sementara Engkau yang
memerintahkan kami untuk
bersatu, satu sama lain.
Tuhan :
Sudahkan kalian percaya dan
mempercayakan kehidupan kalian
kepada-Ku sepenuhnya?
– – – – – – – – – – – -


by : kurniawan gunadi

PENGEMBARA

Apa yang ibu bicarakan semalam terasa
asing sekaligus terasa sangat benar. Aku
hidup ditengah-tengah keluarga
perempuan. Saudariku sepupuku semua
perempuan. Di rumah sebesar ini pun,
ayah ku adalah laki-laki satu-satunya
ditengah-tengah 4 orang perempuan, aku-
ibu-adiku-dan satu orang pembantu.
Ibarat buah, akan tiba saatnya dia masak.
Hendak dimakan binatang malam, tinggal
membusuk, jatuh tak terabaikan, atau
dipetik dan diranumkan dengan baik. Buah
tidaklah bisa memilih kapan dia harus
ranum, ada waktunya.
"Kau sudah ranum, gadis seusiamu tentu
harus belajar tentang laki-laki meskipun
kau bersikeras menolak kehadirannya Nak" ,
Ibu berkata lembut sembari melanjutkan
rajutannya. Sebuah syal dengan benang
terbaik. Untuk ayah.
"Semakin kau menghindar, kau akan
semakin tersesat dan itu akan
membahayakan dirimu sendiri.
Mengenalnya tidak harus dengan
berdekatan. Sejak Adam hingga saat ini,
laki-laki itu sama. Ya seperti-seperti itu
saja. Baik juga seperti itu dan yang buruk
pun juga seperti itu. Perubahan yang ada
tidak begitu signifikan. Istilahnya belajar
dari sejarah"
Ibu tetap asik dengan bicaranya sementara
aku malas -malasan mendengarkannya
sambil membaca buku. Hanya disambut
dengan sedikit gumaman.
"Daridulu, laki-laki itu pengelana anakku.
Dia adalah pengembara yang selalu
berjalan kesana kemari. Singgah sebentar
untuk menikmati suasana tempat ia
singgah, mencari minum, atau beristirahat.
Selebihnya dia akan melanjutkan
perjalanan. Dan yang bisa memutuskan
perjalanan itu hanya satu : pernikahan.
Kitalah yang memutuskan perjalanan
mereka, membuat mereka menetap pada
satu tempat dan menikmati kehidupan
bersama-sama. Sebelum ada ikatan
pernikahan, laki-laki akan tetap menjadi
pengembara meskipun mulutnya bicara
ingin tinggal menetap. Kau harus hati-hati,
jangan sampai menjadi tempat
persinggahan"
Ibu menghentikan rajutannya dan
memperhatikanku. Aku tersenyum terpaksa.
Mungkin ibu putus asa , ceritanya tak lagi
berlanjut dan itu membuatku memikirkan
kata-katanya. Pengembara, tempat singgah,
pernikahan.
Bandung , 18 Juni 2013
Dan saya hanya bisa terpaku membaca tulisan
ini.